DHD 45 Jawa Barat dan FKP2B Gelar Diskusi Terbuka Mengenai UUD 1945
Bandung, 6 Februari 2020- Dewan Harian Daerah angkatan 45 (DHD 45 Jawa Barat) dan Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B) yang terdiri berbagai ormas. Dalam upaya untuk turut berpartisipasi dalam menyikapi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam beberapa tahun terakhir ini, berprakarsa untuk melakukan kajian mengenai UUD 1945 dan perubahannya. Perlu masyarakat luas ketahui bahwa dalam rentang waktu kurang dari tiga tahun, MPR RI telah melakukan 4 kali perubahan atas ketentuan-ketentuan dalam Batang Tubuh UUD 1945 dan menghapuskan Penjelasannya (Perubahan Pertama: 19 Oktober 1999; Perubahan Kedua: 18 Agustus 2000; Perubahan Ketiga: 9 November 2001; dan Perubahan Keempat: 10 Agustus 2002).
Pada tanggal 24 Desember 2019 kami telah menyelenggarakan diskusi terbuka sehari dengan tema “Meninjau Kembali UUD 1945 dan Perubahannya: Upaya Memulihkan Kedaulatan Rakyat”. Menurut hemat kami diskusi tersebut telah cukup berhasil mencapai apa yang diharapkan, yaitu menjaring berbagai pendapat yang berkenaan dengan tema diskusi ini yang merupakan isu penting yang mendasar bagi jalannya kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Berdasarkan hasil diskusi tersebut yang kemudian diperkaya dengan diskusi dan kajian internal di lingkungan kami. Upaya Memulihkan Kedaulatan Rakyat kami memandang perlu menyampaikan butir-butir pikiran sebagai berikut:
1. Rangkaian perubahan atas ketentuan-ketentuan dalam batang tubuh UUD 1945 dan pencabutan Penjelasannya diputuskan oleh para elit politik yang berkuasa tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan elemen-elemen penting rakyat Indonesia, yang terbukti dari luasnya kekecewaan dan penolakan. Perubahan tersebut tidak dido-rong oleh adanya kebutuhan nyata rakyat Indonesia, dan tidak pula bersumber dari nilai-nilai filosofis dan norma-norma dasar kenegara-an yang terkandung di dalam UUD 1945, sehingga tidak dapat dikatakan merupakan kesepakatan rakyat Indonesia meskipun dilakukan oleh MPR. Putusan dilakukannya perubahan itu didalangi oleh – menurut istilah yang semakin populer – kepentingan asing dan aseng. Kami berpendapat bahwa dengan rangkaian perubahan atas UUD 1945 tersebut, sebenarnya UUD 1945 sudah ditinggalkan dan diganti dengan UUD yang baru yang bertentangan dengan spirit, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip kenegaraan yang terkandung di dalam UUD 1945. Masih disebutnya UUD 1945 setelah rangkaian perubahan itu, hanyalah suatu manipulasi untuk mendapatkan legitimasi seolah-olah negeri ini masih berjalan di atas rel yang telah digariskan oleh para founding fathers-nya.
2. Oleh karena itu, wajar sekali jika kebijakan-kebijakan kenegaraan yang dilakukan setelah dan berdasarkan UUD 1945 palsu tersebut, tidak diorientasikan bagi kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Pelibatan rakyat dalam pemilihan-pemilihan umum tidak menjadikan rakyat berdaulat dan menjadi fokus utama dalam menentukan kebijakan-kebijakan kenegaraan, karena kedaulatan yang seyogyanya berada di tangannya telah beralih ke tangan para pemilik modal.
3. A. “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” merupakan rumusan yuridis dari dasar negara yang diungkapkan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/per-wakilan”. Karena itu, mendegradasi kedudukan MPR sebagai pelaku kedaulatan rakyat dan karenanya merupakan lembaga tertinggi negara, jelas merupakan putusan yang secara mendasar mengesampingkan UUD 1945.
B. UUD 1945 merupakan UUD yang singkat, sehingga, untuk dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan negara khususnya oleh Presiden, nilai-nilai, prinsip-prinsip dan norma-norma dasar yang terkandung di dalamnya masih memerlukan penjabaran yang dilkakukan oleh pelaku kedaulatan rakyat, yaitu MPR, yang dituangkan ke dalam dokumen hukum yang disebut GBHN, yang memberikan gambaran yang jelas dan lebih konkrit tentang tujuan nasional dan cara pencapaian serta tahapan tahapannya, termasuk gambaran tentang potensi bangsa dan tantangannya, sehingga terjagalah keajegan arah, konsistensi, dan kesinambungan kebijakan-kebijakan nasional. Dengan demikian, ditiadakannya GBHN yang harus dijadikan pegangan oleh Presiden dan sekaligus menjadi tolok ukur dalam menilai kebijakan-kebijakan Presiden, memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Presiden yang membuka peluang yang cukup luas bagi terbitnya kebijakan-kebijakan Presiden yang arah dan maknanya bagi kedaulatan, keutuhan dan penguatan negara serta keberpihakannya pada kepentingan rakyat banyak, tidak jelas, atau bahkan bertentangan, tetapi tidak serta merta dapat dikatakan bertentangan dengan UUD.
C. Para founding fathers yang terlibat dalam penyusunan UUD 1945 bukan sekedar pemikir kenegaraan, mereka juga adalah para pejuang kemerdekaan yang kecintaan dan dedikasinya kepada bangsa ini tidak pernah diragukan. Putra-putra terbaik bangsa ini (beste zonen van het land) telah memberikan segalanya bagi Indonesia merdeka yang merupakan jembatan emas untuk terwujudnya Indonesia adil makmur. Mereka menangkap dengan baik gejolak, dinamika dan problem serta ancaman-ancaman yang dapat menghadang bangsa ini dalam mewujudkan cita-citanya. Mereka memiliki kesadaran sejarah dan dengan itu mereka menerawang masa depan serta ancaman-ancaman yang dihadapi bangsanya. Dalam konteks inilah kita menangkap pesan mereka yang dinyatakan dalam UUD 1945, bahwa Presiden Indonesia itu harus orang Indonesia asli. Namun, oleh para pelaku perubahan, pesan founding fathers tersebut telah ditinggalkan karena dinilai diskriminatif. Artinya, para pelaku perubahan telah menilai para founding fathers kurang berwawasan dalam menata Indonesia meredeka menyongsong masa depannya.
D. Penambahan terhadap ketentuan Pasal 33 UUD 1945 yang dilakukan dengan mempertahankan ketentuan-ketentuan aslinya, lagi-lagi hanya suatu manipulasi. Tambahan ketentuan yang mengintroduksikan “demokrasi ekonomi” yang pada hakikatnya tidak lain adalah free fight liberalism adalah bertentangan dengan ketentuan yang mendahuluinya, sehingga terjadi kontradiksi dalam pasal tersebut. Namun, dan inilah yang sebenarnya hendak disasar, yang diamalkan dan mewarnai kebijakan-kebijakan ekonomi adalah ekonomi liberal yang telah menjadikan pelaku-pelaku ekonomi pribumi dan rakyat pada umumnya menjadi sekedar penikmat remah-remah yang tercecer dari mangkuk para pemilik modal besar.
Ditiadakannya Penjelasan UUD 1945 – meskipun sebagian darinya diakomodir ke dalam Batang Tubuh – mengakibatkan bangsa ini kehilangan dokumen otentik yang berisi butir-butir petunjuk yang sangat penting dalam memahami UUD 1945.
Liberalisme-kapitalisme bukanlah sekedar faham keekonomian. Di dalamnya terkandung, yang menjadi intinya, keyakinan filsafati tentang kedudukan manusia di dalam alam semesta – suatu pandangan yang individualistik, sekular, dan materialistik. Para kapitalis, melalui pengusaan media, juga telah menebarkan virus liberalisme ke berbagai lini kehidupan masyarakat yang telah mempengaruhi cara pikir, skala nilai, sikap mental dan perilaku masyarakat: berkembangnya gejala-gejala sosial seperti menipisnya solidaritas dan koherensi sosial, relasi sosial yang semakin transaksional (kalkulasi untung-rugi), putusan-putusan yang pragmatik, peri laku agresif, sikap permisif dan cenderung hedonistik.
4. Filsafat, nilai-nilai dan norma-norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945 yang merupakan warisan para founding fathers dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari sejarah perjuangan dan proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang seharusnya menjadi landasan dan pedoman bangsa dan negara Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya pada setiap fase perkembangan sejarah, telah dibajak oleh kekuatan gelap dan dimanipulasi bagi kepentingan mereka.
5. Kami secara bulat sepakat bahwa untuk memulihkan jati diri bangsa dan kedaulatan rakyat, sekaligus menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bangsa ini harus kembali kepada UUD 1945 yang asli, termasuk mengembalikan Penjelasannya. Kembali kepada UUD 1945 yang asli bukan sekedar romantisme atau luapan emosi karena kekecewaan yang sangat atas praktek penyelenggaraan negara dan kualitas kehidupan bangsa selama dua puluh tahun terakhir ini, tetapi karena ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalamnya memuat prinsip-prinsip penyelenggaraan negara yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia yang agamis, dan paling tepat bagi upaya mencapai cita-cita kemerdekaan. Di samping itu, kembali kepada UUD 1945 yang asli, secara kejiwaan akan mampu melahirkan semangat yang merupakan modal yang sangat penting dalam menentukan titik awal strategis dalam upaya memulihkan kedaulatan bangsa dengan menemukan kembali jati diri bangsa yang hari ini telah begitu memudar.
6. Meskipun kembali kepada UUD 1945 yang asli merupakan solusi kebangsaan yang urgen untuk ditawarkan, namun kami menyadari bahwa ada ketentuan-ketentuan yang sangat dibutuhkan bagi suatu penyelenggaraan negara moderen, yang menurut ilmu ketatanegaraan merupakan materi muatan konstitusi, yang belum tercantum dalam batang tubuh UUD 1945. Ketentuan-ketentuan yang perlu diintroduksikan ini tentunya tidak boleh meredusir norma-norma dan terutama nilai-nilai yang terkandung di dalam UUD 1945, melainkan justru untuk memperkuat UUD 1945 dalam merespon kebutuhan dan tantangan kekinian yang dihadapi bangsa Indonesia. Disepakati bahwa pengaturan yang punya bobot konstitusi mengenai materi tersebut perlu diadakan dan diberlakukan bersama-sama pemberlakuan kembali UUD 1945 yang asli, namun di dalam dokumen terpisah dari batang tubuh UUD 1945 yang asli. Adapun materi-materi apa yang akan ditawarkan perlu dibahas lebih lanjut.
7. Perlu disadari bahwa upaya untuk kembali kepada UUD 1945 yang asli, pada hakikatnya merupakan upaya untuk memulihkan kembali kesadaran dan tekad kita untuk mempertahankan jati diri, martabat, dan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia. Dalam pada itu, dalam beberapa tahun terakhir ini, disadari oleh banyak kalangan dari anak bangsa bahwa keutuhan tumpah darah dan kedaulatan negara kita sedang menghadapi ancaman yang cukup serius dan terus meningkat. Dalam merespon ancaman tersebut, kesadaran dan tekad kita untuk mempertahankan jati diri, kedaulatan dan martabat bangsa dan negara tersebut perlu segera diaktualkan dengan program yang konkrit guna meningkatkan ketahanan ideologis dan kesiapan fisik dalam menghadapi ancaman tersebut.
Sebagai tindak lanjut dari rumusan pemikiran diatas kami bersepakat untuk segera melakukan sosialisasi kepada berbagai lembaga/pihak yang berkepentingan, termasuk kepada masyarakat melalui jaringan DHD 45 Jabar dan FKP2B.
Bandung, 6 Februari 2020
Letjen.TNI.Purn. Yayat Sudrajat (Ketua DHD 45 Jabar)
Mayjen. TNI.Purn. Iwan Sulanjana (Ketua FKP2B)
Dindin. S. Maolani, SH. (Penasehat)
Memet A. Hakim SH. MH. (Ketua SC/Tim Perumus)
Dr. Memet Hakim (Ketua OC)
Memet Hamdan, SH. (Nara Hubung 0813-94408765)
Komentar
Posting Komentar