Sekolah Tinggi Teologia Injili Arastamar Diduga Mengeluarkan Ijazah Palsu



Jakarta --  Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana kasus Ijazah Palsu Sekolah Tinggi Teologia Injili Arastamar (STT Setia) disebut menjadi bukti bahwa memang ada penerbitan Ijazah Palsu di Kampus tersebut. Hal tersebut disampaikan oleh Kuasa Pelapor Korban Ijazah Palsu STT Setia, Willem Frans Ansanay via sambungan telepon, Selasa malam (22/10/2019).

"Jadi menurut saya dengan dia mengajukan novum baru untuk pembuktian tentang PK maka itu membuktikan bahwa ijazah itu memang tidak sah, ilegal dan sudah diputuskan bersalah melangar undang-undang sisdiknas 20 tahun 2003 pasal 67 ayat 1 karena dia memberikan ijazah yang tidak sah," tegas Frans.

Frans menyoroti pernyataan saksi yang menyatakan bahwa pemberitahuan terkait penarikan ijazah yang sudah diterbitkan.



"Itu semakin membuktikan bahwa ijazah yang di terbitkan oleh dua terpidana itu adalah ijazah yang ilegal dan kalau itu palsu maka putusan hukumnya sudah jelas, sehingga hakim tidak bisa mengembangkan novum baru seperti ini, hakim harus berpatokan kepada putusan pidana karena perbuatan pidana sudah di lakukan melangar undang-undang sisdiknas yang seperti itu 2003 nomor 20 itu yang pertama," paparnya.

Lalu, kata Frans jika kedua terpidana menggunakan juga novum tentang MoU antara provinsi Papua dengan Kabupaten Puncak Jaya, maka perbuatan pidana ini bukan hanya di Papua, ini secara nasional seluruh Indonesia.

"Sementara dalam konteks kasus yang sekarang telah menjerat mereka menjadi terpidana dan dipenjarakan adalah yang melaporkan itu dari Sumba, Kabupaten Sumba NTT, sementara Papua adalah bagian dari pada orang-orang yang jadi korban, jadi kalau kita merujuk kepada pelapor saksi korban yang menjadi korban ijazah PGSD yang ilegal seperti itu maka novum yang di ajukan itu tidak nyambung dengan kasus yang sudah di putuskan pelapornya adalah dari Sumba," terangnya.

Dengan demikian, menurut Frans hakim akan memutuskan perkara ini dengan menolak PK dari pada para terpidana. Lebih lanjut, Frans juga mengaku akan terus mengawal kasus tersebut hingga PK yang diajukan ditolak oleh hakim.



"Pengawalan ini sudah naik ditingkat yang lebih tinggi baik di lembaga yudikatif maupun eksekutif maupun legislatif yang ikut memantau perbuatan pidana yang membuat korban-korban di seluruh Indonesia termasuk di Papua yang telah menyatakan bahwa tidak pernah ada surat panggilan, tidak pernah ada permintaan maaf, tidak pernah ada upaya menyekolahkan dan kalau pada upaya novum yang diajukan bila menyekolahkan di prodi teologi dan prodi PAK maka itu berbeda dengan keinginan dari pada mereka yang kuliah di prodi PGSD," pungkasnya.(michell)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANRI dan BPIP Adakan Seminar Sumpah Pemuda Untuk Generasi Milenial

Gugus Tugas COVID-19 Sudah Distribusikan 1.492.150 APD

SOGO KELAPA GADING MALL MANJAKAN PARA PELANGGAN SETIA DENGAN TAMPILAN BARU DAN KOLEKSI CHRISTMAS TERKINI.