Diskusi Publik "Kabinet Baru Jokowi: Oligarkhi Partai Versus Kelompok Kepentingan"



Komunitas Peduli Negeri menggelar diskusi publik dengan tema “Kabinet Baru Jokowi: Oligarkhi Partai Versus Kelompok Kepentingan” pada Jumat (18/10/2019) di Jakarta.

Hadir narasumber pada diskusi ini ialah Pengamat Geopolitik sekaligus Direktur Global Future Institute (GFI) Hendrajit, Pengamat Politik, Pangi Syarwi, Ekonom INDEX, Bhima Yudhistira, politikus PDIP, Masinton Pasaribu dan juga dihadiri oleh para mahasiswa.

Perwakilan Komunitas Peduli Negeri, Huda mengatakan bahwa tujuan diadakannya diskusi ini ialah untuk memberikan alarm kepada partai politik dan presiden Jokowi agar para menteri tidak boleh membawa gerbong kepentingannya masing-masing.
Dalam diskusi pertama, pengamat Geopolitik, Hendrajit memaparkan mengenai jalur apa yang nantinya digunakan untuk memilih posisi-posisi kementerian mendatang. Beliau mengungkapkan bahwa jika kementerian menggunakan ikatan kepentingan maka tidak hanya mempengaruhi sistem pemerintahan dan DPR saja, melainkan juga masuk ke dalam negara sehingga mereka dapat menentukan orang, produk hukum bahkan UU itu sendiri.



“Jadi, yang harus dilihat orang-orang tidak sekedar sosok pembisnisnya saja, lihat pula rekam jejak menteri seperti ada tidak jejaring dari korporasi-korporasi yang ada. Walaupun dia bukan pembisnis kan bahaya disitu. Misalnya, persoalan mengenai Erick Thohir yang memiliki background pembisnis. Satu hal memang tidak bisa dipungkiri, berprofesi menjadi pembisnis tapi harus dilihat juga koneksinya dia dengan Astra. Lalu kita juga lihat nantinya apakah pengaruh itu besar atau sekedar dekat dengan Edward Soeryadjaya nah hal itu yang harus dilihat.”ungkap Hendrajit.

Kemudian Hendrajit menambahkan bahwa jika kelompok kepentingan di dalam demokrasi merupakan hal biasa karena kelompok kepentingan tersebut dapat menjadi kelompok penekan yang berarti positif. Lain halnya jika dari korporasi yang menggunakan cara-cara di luar sistem yang ada.

“Kabinet ini hanya formasi politik yang ditentukan dalam skema. Masalahnya adalah skema ini untuk kepentingan sempit, kelompok, atau kepentingan bangsa yang lebih luas. Apakah digunakan sebagai kerangka dari para leader yang sepakat dengan hal-hal besar atau sekedar para dealer saja” ujar Hendrajit.



"Oligarki merupakan sendi utama partai maupun koalisi partai, yang mewarnai terbentuknya konfigurasi politik DPR sekaligus pabrik keluarnya berbagai UU yang tidak pro rakyat ungkap Hendrajit dalam diskusi publik dengan tema “Kabinet Baru Jokowi: Oligarkhi Partai Versus Kelompok Kepentingan.

Pengamat Geopolitik, Hendrajit menanggapi kekhawatirannya pada panitia ihwal maneuver boy dan Erick Thohir yang menjadi menteri dalam kabinet Jokowi yang berbahaya bukan karena keduanya adalah orang pembisnis. Namun tidak lain ialah apakah keduanya merupakan perpanjangan tangan atas kepentingan korporasi yang menegara atau tidak.



"Sebab akibat menegaranya korporasi sejak pasca reformasi, negeri kita mengalami pelemahan sistem kenegaraan. Apa itu? Pertama sistem politik yang koruptif di semua tingkatan. Sehingga korupsi bukan sekadar gratifikasi atau suap. Melainkan juga penyalahgunaan kekuasaan dan tindak subversi ekonomi. Alhasil, korupsi bukan soal pemberantasan. Tapi pencegahan. Kedua, semua produk hukum dan perundang-undangan pro korporasi asing atau konglomerasi lokal. Ketiga, kearifan lokal dalam arti bersenyawanya agama dan karakteristik budaya lokal masing-masing daerah, tergerus, dan tidak jadi panduan untuk menangkal ancaman globalisasi dan penjajahan gaya baru”kata hendrajit

Oleh karena itu, Direktur GFI ini merekomendasikan agar formasi kabinet pemerintahan maupun DPR 2019-2024, harus didasari kontra skema menangkal pelemahan sistem kenegaraan.

“Kontra skema tersebut tidak mungkin berharap pada Jokowi, tapi duet Mega-Prabowo. Maka, momentum pertemuan Teuku Umar maupun pertemuan Prabowo-Paloh, merupakan pertemuan politik yang sesungguhnya sehingga membuka berbagai kemungkinan baru di pentas politik. Sebab ketiga tokoh nasional itu, setidaknya punya agenda strategis sebagai panduan yaitu mempertimbangkan UUD 1945 asli sebagai titik tolak mencari solusi memecahkan akar krisis nasional dewasa ini”kata Hendrajit.

Lalu  Direktur GFI, Hendrajit kembali mengungkapkan bahwa duet Mega-Prabowo mempunyai agenda yang saling mempengaruhi dan mempersuasif. Mereka berdua diibaratkan sebagai orang yang bermain politik untuk sebisa mungkin memperluas kepentingannya ataupun hanya kelompoknya sendiri.

“Sekarang situasi saat ini, yang berlaku adalah bermain politik dalam pemain. Broker politik dan oportunis, politik jadi mainan bukan permainan. Yang menjadi persoalan adalah parlemen. Karena hasil dari kebangkrutan atau persoalan kelemahan sistem kenegaraan, kontra skema yang dibangun adalah DPR”ujar Hendrajit.

Beliau menambahkan bahwa hubungan antara skema dengan hajatan, strategi, dan penempatan orang telah mengikuti skema dan strategi dalang baru.

“Jokowi kalaupun dilantik sama aja seperti tahun 2014, ini orang ganti dalang. Keliatan arahnya, Jokowi dan Prabowo Selfie tidak ada makna psikologisnya. Tapi intinya dengan dalang baru, Teuku Umar – Kertanegara menggeser kroni tim siluman yang mengacu pada Wiranto, Hendro dan SBY. Ini agak mati suri kira-kira. Jadi memberi ruang ke pendulum, inilah ada sebuah realita politik yang harus di antisipasi”ungkap Hendrajit.



"Itu bukan skema Jokowi, skema dalang baru, apapun kodrat ini tetap boneka cuma dulu boneka geng dulu sekarang geng itu. Kesepakatan Mega pro Teuku Umar-Kertanegara sebenarnya mereka mengembangkan 2009 yang gagal justru terwujud sekarang. Padahal dulu kalah telak dengan SBY namun sekarang walaupun Jokowi terpilih tapi sebetulnya hasil pileg memungkinkan mereka sekarang menjadi motor penggerak koalisi besar”paparnya

Pemaparan kedua oleh pengamat politik, Pangi Syarwi yang memaparkan bagaimana memainkan peran oposisi di dalam demokrasi. Terakhir Ekonom INDEX, Bhima Yudhistira dan politikus PDIP, Masinton Pasaribu menjelaskan mengenai perlunya sosok pemimpin yang berpengalaman di sektor ekonomi untuk memimpin Kementerian BUMN dan tidak terafiliasi dengan kepentingan jangka pendek. (michell)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANRI dan BPIP Adakan Seminar Sumpah Pemuda Untuk Generasi Milenial

Interview Park Jihoon Fancon Asia Tour In Jakarta

INFORMA HADIRKAN PROGRAM KHUSUS MEMBER